19 September 2009

Idul Fitri Bersama Rasulullah SAW

Makna ied: Kata Ied diambil dari kata Al ‘aud yang artinya kembali karena ia kembali berulang dan datang dengan kegembiraan.

Adab-adab dalam ied : Berhias dan berpakaian yang baru dihari raya: Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari ayahnya dari kakeknya radhiallahu anhuma berkata : ( Bahwa Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam memakai pakaian burdah dari Yaman yang berhias di setiap hari raya.) HR Imam Syafi’ie

Disunahkan makan dan minum sebelum sholat hari raya :

Di dalam riwayat Anas radhiallahu ‘anhu berkata: “adalah Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat shalat ‘ied sehingga Beliau makan kurma dan Beliau makan dalam jumlah ganjil.” (HR Ahmad dan Bukhari).
Diriwayatkan juga dari Buraidah radhiallahu ‘anhu berkata : “adalah Nabi shallawahu ‘alaihi wasallam tidak berangkat shalat ‘Ied sampai beliau makan, dan beliau tidak makan pada hari raya iedul adha sampai beliau pulang (dari sholat) lalu Beliau makan dari sembelihannya. (HR Ibnu Majah dan Turmudi dan Ahmad).
Berkata Muhallab dalam hal ini : hikmah disunahkan makan sebelum shalat supaya tidak ada sangkaan wajib berpuasa sampai shalat ‘Ied kelihatannya Beliau ingin menutup pintu kesalahan ini.
Berkata Ibnu Abi Hamzah: ketika kewajiban berbuka jatuh setelah kewajiban puasa maka disunahkan menyegerakan berbuka sebagai wujud melaksanakan perintah Allah Ta’ala. Berkata Ibnu Qudamah: dan hikmah mengakhirkan makan sesudah shalat ‘Iedul Adha bahwa hari itu disyariatkan menyembelih dan makan darinya, maka disunahkan berbuka dari sembelihannya.

Disunahkan mengeluarkan seluruh kaum muslimin di hari raya termasuk wanita:
Diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyah radhiallahu ‘anha berkata: “Rasulullah shallawahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan wanita-wanita di hari raya ‘Iedul Fitri dan Adha yaitu wanita-wanita yang baligh dan haidh dan sedang dipingit, adapun wanita-wanita yang haidh mereka menjauhi tempat shalat.”
Dalam lafadz lain, “menjauhi tempat shalat dan menyaksikan kebaikan dan doa kaum muslimin, maka aku berkata: wahai Rasulullah, sebagian kami tidak memiliki jilbab, Beliau berkata: hendaklah sebagian meminjamkan untuk saudaranya.” (HR Bukhari dan Muslim dan yang lainnya).

Berkata Imam Syaukani: “hadits tersebut dan semacamnya menjelaskan disyariatkannya mengikutkan wanita dalam dua hari raya ke tempat shalat tanpa membedakan antara gadis atau yang menikah, yang masih muda atau nenek, yang haidh atau tidak, kecuali yang sedang dalam iddahnya atau adanya fitnah atau yang sedang dalam uzur.”
Namun tempat wanita terpisah dari laki-laki sehingga tidak terjadi ikhtilath yang menyebabkan fitnah sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu : “….ketika Rasulullah selesai memberi nasihat kepada kaum pria beliau turun mimbar lalu mendatangi wanita dan mengingatkan mereka.” (HR Muslim).
Berkata Imam Syaukani: “dalam hadits menunjukkan memisahkan tempat wanita apabila mereka menghadiri perkumpulan laki-laki karena ikhtilath merupakan sebab bagi fitnah yang ditimbulkan karena melihat dan lainnya.”

Disunahkan mendatangi tempat sholat dengan berjalan kaki :

Apabila tempat shalat mungkin dicapai dengan berjalan kaki maka disunahkan mendatanginya dengan berjalan kaki sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu berkata: “adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar ketempat shalat ‘Ied dengan berjalan kaki dan pulang juga berjalan kaki.” (HR Ibnu Majah dan dishahihkan Syaikh Albani dalam Shahiul Jami’nya nomer :4932).

Disunahkan melalui jalan berbeda ketika pergi dan pulang dari sholat ied: Diriwayatkan dari Jabir radhiallahu ‘anhu berkata: “adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila ke tempat shalat ‘Ied Beliau melewati jalan berbeda ketika pergi dan pulang.” (HR Imam Bukhari).
Hadits ini dan yang semacamnya menunjukkan disunahkan pergi ke shalat ‘Ied melalui jalan yang berbeda ketika pulang bagi Imam dan Makmum dan ini pendapat kebanyakan ulama seperti dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari. Dan hikmah membedakan jalan pergi dan pulang sebagaimana dikatakan Al Manawi dalam Faidhul Qadir: “supaya selamat dari gangguan orang yang ada di kedua jalan, atau untuk tabarruk (meminta berkah), atau untuk memenuhi hajat kedua jalan itu, atau untuk menampakkan syiar islam pada keduanya, atau supaya membuat marah orang-orang munafik yang ada dikedua jalan itu.” Ibnul Qayyim rahimahullah menambahkan: “yang paling benar adalah untuk semua hikmah yang disebutkan atau yang lainnya.”

Disunahkan takbir pada hari raya dijalanan dan tempat sholat sampai imam keluar : Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu: “bahwa beliau apabila berangkat ketempat shalat bertakbir dan beliau bertakbir dengan suara kencang.”
Dalam riwayat lain: “beliau berangkat ketempat shalat pada hari raya apabila matahari telah terbit lalu bertakbir sampai mendatangi tempat shalat lalu bertakbir di tempat shalat sampai ketika imam telah duduk beliau berhenti bertakbir.” Keduanya riwayat Imam Syafi’ie dan dishahihkan dalam Shahihul Jami’ nomer : 4934.
Berkata Al Manawi dalam Faidhul Qadir: “beliau keluar dalam dua hari raya ketempat shalat yang ada pada gerbang timur Madinah yang berjarak seribu hasta dari pintu masjid.”

Berkata ibnu Syaibah: berkata Ibnul Qayyim: “beliau tidak pernah shalat ‘Ied di masjidnya kecuali sekali karena hujan bahkan beliau selalu melakukannya di lapangan.
Dan madhab Hanafi: “bahwa shalat di lapangan lebih utama dari di masjid.” Dan berkata Malikiyah dan Hanbaliyah: “kecuali di Makah.” Dan berkata ulama Syafiiyyah: “kecuali di tiga masjid lebih utama karena keutamaan ketika masjid tersebut.”


Sifat Takbir :
Berkata Imam Syaukani dalam Nailul Authar: “adapun sifat takbir maka riwayat yang paling shahih yang dikeluarkan Abdur Razaq dengan sanad yang shahih dari Salman berkata: “bertakbirlah Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.”
Dan diriwayatkan dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dan Abdur Rahman bin Abi Laila dikeluarkan Al-Firyani dalam kitab “Iedaini” juga pendapat Imam Syafi’ie dengan tambahan : Walillahil hamdu. Dalam riwayat lain: bertakbir tiga kali dan menambah Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariika Lahu …
Dalam riwayat lain: “bertakbir dua kali dan setelahnya Laa Ilaaha Illallah wallahu Akbar Allahu Akbar walillahil hamdu,” diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas’ud dan dipegang oleh Imam Ahmad dan Ishaq. (Sumber : VOA)
Selengkapnya...

13 September 2009

Lailatul Qadr

Kini kita telah memasuki sepuluh hari terakhir ('asyrul awakhir) bulan Ramadlan 1429 H. Boleh dikata kita memasuki babak bonus amal saleh di bulan Ramadhan. Terlebih-lebih jika bertepatan dengan lailatul qadar (Malam Al-Qadar) yang keutamaannya sangat luar biasa.
Sayangnya, kita banyak terkecoh dengan hiruk pikuk persiapan lebaran. Sehingga ibadah di sepuluh hari terakhir ini justru tidak sempurna dan bahkan berantakan.

Agar kita tetap berkonsentrasi dalam ibadah dan getol mencari keutamaan Lailatul Qadar, tulisan berikut ini berusaha menyingkap beberapa hal yang berkaitan dengan lailatul qadar yang penuh berkah itu.

Keutamaan Lailatul Qadar

Lailatul qadar adalah salah satu dari malam-malam bulan Ramadhan yang disebutkan dalam dua surat al-Qur'an. Dalam surat Ad Dukhan Allah menyifatkannya dengan malam yang mendatangkan keberkahan (lailah mubarakah) yang di dalamnya diselesaikan segala urusan. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al Qur'an) di malam yang penuh keberkahan. Sesungguh- nya Kami adalah orang-orang yang memberi peringatan. Di dalamnya diselesaikan segala urusan yang penuh hikmah." (QS. Ad Dukhan 3-6).

Dalam surat Al Qadar Allah menyifatinya dengan sifat yang mulia, yaitu
malam yang lebih baik dari seribu bulan. Malaikat turun di dalamnya. Dan malam itu merupakan salam (kesejahteraan) bagi manusia. Allah SWT. berfirman:

"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada Malam Kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah Malam Kemuliaan. Malam Kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar 1-5).

Dengan demikian malam al Qadar dapat dinamakan sebagai lailatus Salam (malam keselamatan). Para malaikat turun mengucapkan salam kepada penduduk bumi. Juga dapat dinamakan lailatus Syaraf (malam kemuliaan) bagi umat Islam. Dapat juga dinamakan dengan lailatut Tajalli<-">, malam dimana Allah melimpahkan cahaya dan hidayah-Nya kepada para 'abid, shaim, dan orang-orang yang beribadat malam.

Walhasil, kemuliaan malam itu tidak saja karena diturunkannya Al qur'an, atau karena orang yang taat pada malam itu menjadi orang-orang yang mulia, tapi juga karena ibadah yang dikerjakan pada malam itu mendapat penghargaan yang luar biasa.

Ada riwayat yang mengata- kan, bahwa bilangan Malaikat yang berada di bumi pada malam itu lebih banyak dari pasir dan Allah menerima taubat semua orang yang bertaubat pada malam itu. Pada malam itu dibuka segala pintu langit, sejak dari terbenam matahari sampai terbitnya. Jibril turun bersama dengan serombongan Malaikat. Lalu mereka menancapkan panji-panjinya di empat tempat: Pertama di sisi Ka'bah; Kedua, di sisi kubur Rasulullah saw.; Ketiga, di sisi Masjid Baitul Maqdis; Keempat, di sisi Masjid Tursina. Kemudian mereka bertebaran ke seluruh pelosok bumi, memasuki rumah-rumah orang-orang mukmin sambil bertasbih, bertaqdis, dan memohon ampunan bagi umat Muhammad. (Hasbi As Shiddiqqie, Pedoman Puasa, halaman 243)

Waktu Terjadinya Lailatul Qadar

Ibnu Hazm berkata: "Lailatul qadar sekali saja dalam setahun, tertentu di bulan Ramadlan di puluhan yang akhir dan tertentu di suatu malam yang ganjil. Jika bulan itu 29 hari, maka permulaan puluhan yang akhir, ialah malam 20. Dan malam qadar itu adalah malam 20, adakalanya di malam 22, adakalanya di malam 24, 26, atau di malam 28. Jika bulan itu penuh 30 hari, permulaan puluhan yang akhir ialah malam 21. Maka malam al qadar adakalanya di malam 21, 23, 25, 27, atau di malam 29."

Diriwayatkan oleh Bukhari dari 'Aisyah bahwa Rasululah saw. bersabda:

"Carilah dengan segala daya upaya malam al qadar di malam-malam ganjil yang akhir dari bulan Ramadlan."

Dalam suatu hadits riwayat Muslim dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. bersabda :

"Carilah lailatul qadar pada puluhan yang akhir, jika seseorang lemah mencari, maka janganlah kamu kalah dalam mencari pada tujuh yang terakhir."

Juga, hadits yang diriwayatkan Muslim dari Zar bin Hubaisy, beliau berkata:

"Saya berkata kepada Ubay bin Ka'ab: 'Saudara anda Abdullah ibn Mas'ud mengatakan bahwa barang siapa mengerjakan qiyamul lail sepanjang tahun, niscaya dia memperoleh lailatul qadar." Maka Ubay menjawab: 'Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa Abu Abdur Rahman.' Demi Allah dia mengetahui bahwa lailatul qadar di puluhan akhir dari bulan Ramadlan di malam 27. Tetapi dia mengatakan yang demikian, supaya manusia tidak memudah-mudahkan saja. Kemudian Ubay bersumpah bahwa lailatul qadar di malam 27. Berkata Ibn Hubaisy: 'Apa alasan anda mengatakan demikian.' Ubay menjawab: Tanda-tandanya yang Rasulullah kabarkan yaitu; matahari terbit di pagi hari tanpa sinar."

Dari uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa lailatul qadar tersembunyi pada sepuluh malam terakhir (asyril awakhir). Tentu ini ada hikmahnya.

Menurut para ulama salaf tersembunyinya waktu lailatul qadar adalah agar kita menghidupkan semua malam. Ini seperti hikmah Allah menyembunyikan saat ijabah di hari Jum'at supaya kita berdoa sepanjang hari. Atau seperti Allah menyembunyikan shalat wustha' dalam shalat lima waktu, supaya kita memelihara kesemuanya. Atau Allah menyembunyikan isim A'dham di antara nama-namaNya supaya kita menyerunya dengan nama-nama itu. Allah menyembunyikan mana taat yang mendapat penuh keridlaan-Nya supaya kita mengerjakan semua taat dengan sepenuh hati. Atau Allah menyembunyikan mana maksiyat yang sangat dimarahi supaya kita menghentikan semua maksiyat itu. Atau Allah menyembunyikan semua yang men- jadi wali diantara para mukmin, supaya kita berbaik sangka terhadap sesama mukmin. Atau Allah menyembunyikan kedatangan kiamat supaya kita selalu siap siaga. Allah menyem- bunyikan ajal manusia supaya kita selalu dalam persiapan. (Hasbi As Shiddiqqie, idem, halaman 255-256)

Tanda-tanda Lailatul Qadar

Para ulama berselisih pendapat tentang tanda-tanda datangnya lailatul qadar. Beberapa tanda yang dapat dilihat oleh mereka yang mendapatkannya, antara lain:

Orang yang mendapati malam al qadar itu melihat bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit bersujud kehadirat Allah.

Orang yang mendapati malam itu melihat bahwa alam terang benderang, walaupun di tempat-tempat yang gelap sekalipun.

Orang yang mendapat malam itu mendengar salam para malaikat dan tutur katanya.

Orang yang mendapati malam itu diperkenankan segala do'anya. (Hasbi As Shiddiqqie, idem, halaman 263).

Adapun pahala ibadat tetap diperoleh meskipun tanda-tanda tersebut tidak dapat dilihatnya. Sedangkan bagi mereka yang melihat tanda-tanda malam al qadar, hendaklah menyembunyikan dan terus berdo'a dengan sungguh-sungguh, ikhlas dan khusyu', dengan doa apa saja yang digemarinya, keduniaannya atau keakhiratannya, dan hendaknya ia berdo'a untuk akhiratnya lebih banyak dan lebih kuat dari pada untuk dunianya.

Bertanya Juwaibir kepada Adh Dhahhak :

"Bagaimana pendapat anda tentang perempuan yang sedang nifas, haid, orang yang sedang dalam perjalanan, dan orang yang sedang tidur nyenyak, apakah mereka mendapat bagiannya di malam al qadar itu?

Adh Dhahhak menjawab:
"Mereka semua mendapatkannya, diberikan bagiannya dari malam al-qadar itu oleh Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim."

Keutamaan Ibadah di Malam Al Qadar

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw. bersabda:

"Siapa saja yang mengerjakan ibadat di malam al qadar karena imannya kepada Allah dan karena mengharapkan keridlaanNya, niscaya diampunilah dosanya yang telah lalu."

Anas bin Malik berkata: Pada saat bulan Ramadlan masuk, maka Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya bulan ini hadir di hadapanmu. Di dalamnya ada malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barang siapa tiada diberikan kebaikan malam itu kepadanya, maka ia sungguh diharamkan atas seluruh kebaikan. Dan tidak diharamkan kebaikan, melainkan kepada orang yang tidak diberikan apa-apa." (H.R. Ibnu Majah).

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Ubadah ibn Shamid.

"Rasulullah mengabarkan kepada kami tentang lailatul qadar. Beliau berkata: "Dia di dalam bulan Rama- dlan, di puluhan yang akhir malam 21, atau malam 23, 25, 27 atau malam 29, atau di akhir malam bulan Ramadlan. Barang siapa mengerjakan qiyam pada malam itu karena imannya kepada Allah dan karena mengharap keridlaan-Nya, niscaya di- ampunilah dosanya yang telah lalu dan dosa yang akan datang."

Menghidupkan Malam Al Qadar

Menghidupkan malam al qadar ialah dengan mengerjakan taat, bertahajjud, beristighfar, berdzikir, membaca Al qur'an serta beri'tikaf, menambahkan amalan ihsan dan memperbanyak shadaqah.

Amalan-amalan Rasul dan pesan- pesannya merupakan dorongan bagi para muslimin untuk beribadat dan berlomba-lomba menyedekahkan harta di bulan Ramadlan, terlebih di malam al qadar.

Para hartawan dahulu mempergu- nakan bulan Ramadlan untuk berlomba-lomba memenuhi keperluan orang-orang yang memerlukan bantuan, sebagai suatu usaha memenuhi seruan agama dan meneladani Rasul. Mereka menyembunyikan shadaqah- shadaqah mereka hingga tidak diketahui tangan kiri, apa yang diberikan tangan kanan.

Sebagian hartawan dahulu menanti-nanti lailatul qadar, malam Allah melipat-gandakan pahala-Nya. Mereka menyembunyikan dirinya, mencari keluarga-keluarga yang miskin di malam buta. Mereka memberikan segala yang dibawanya kepada keluarga miskin, tanpa dikenal oleh yang menerima pemberian itu. Dia kembali tanpa diketahui siapa dirinya.

Inilah suatu adab yang tinggi yang amat baik bagi kita dalam meneladani sikap para ulama kaum muslimin terdahulu.

Berdo'a di Malam Al Qadar

Aisyah diperintahkan berdo'a di malam al qadar. Sufyan Ats Tsauri berkata:

"Berdo'a pada malam al qadar, lebih saya sukai daripada shalat.
Apabila seorang membaca Al qur'an, berdo'a serta meningkatkan do'anya kepada Allah, mudah-mudahan dia memper- oleh waktu mustajab."

Rasululah saw. bertahajjud di malam-malam bulan Ramadlan, mem- baca Al qur'an dengan tertib. Beliau tidak melalui ayat Rahmat, kecuali beliau memohonnya kepada Allah. Beliau tidak melalui ayat azab, kecuali beliau melindungkan diri kepada-Nya. Beliau mengumpulkan antara shalat, qira'at, do'a dan tafakkur.

Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari 'Aisyah, bahwa Rasul mengajarkan kepada 'Aisyah do'a yang diucapkan pada malam al qadar, yaitu:

"Wahai Tuhanku, Sesungguhnya Engkau adalah Tuhan Yang Maha Pemaaf, Engkau menyukai kemaafan. Maka maafkanlah aku."

Dalam Hasyiyah Al Jalalain, As Shawi berkata, “Do'a yang paling baik dido'akan pada malam itu (al qadar) ialah memohonkan kemaafan dan ke'afiatan, sebagaimana yang telah diterima dari Nabi saw."

Dalam suatu Hadits dari Ibnu Abbas, Rasulullah saw. bersabda:

"Sesungguhnya Allah melihat pada malam al qadar kepada orang-orang mukmin dari umat Muhammad, lalu dimaafi mereka dan dirahmati-Nya, kecuali empat orang, yaitu : Peminum arak, pendurhaka kepada ibu-bapak, orang yang selalu bertengkar dan orang yang memutus tali silaturahmi."

Inilah amalan-amalan istimewa dalam puluhan yang akhir dari bulan Ramadlan, disamping amalan-amalan yang lain. Oleh karena itu, mari kita isi detik-detik terakhir bulan Ramadlan ini dengan melaksanakan ketaatan dan amal shaleh, seperti do'a, dzikir, istighfar, shalat malam, membaca Al Qur'an, memberi- kan shadaqah kepada para faqir miskin dan aktivitas ibadah lainnya guna meraih 'mega bonus pahala' lailatul qadar. Insya Allah (Ar-Rahmah.com)

Selengkapnya...

02 September 2009

Ramadhan Yang Tak Menunggu



11 hari telah berlalu dalam Ramadhan ini.
Waktu yang singkat untuk dinikmati telah berkurang lagi.
Tinggal beberapa hari ujung Ramadhan telah menanti.
Rasanya belum cukup puas menikmati, namun putaran sang waktu tiada mau berhenti.


Ya .. Ramadhan, engkau mendatangi kami dengan misteri dan ketenangan.
Engkaulah Sang Penurun Berat Badan
Engkaulah Sang Pengobat Asam Lambung
Engkaulah Sang Pengatur Waktu Makan
Engkaulah Sang Pengendali Nafsu Hewan

Engkaulah Sang Pembangun Jiwa yang kerap terlena dlm Pelukan Sang Malam
Engkaulah Sang Pengumpul Keluarga dalam Beribadah
Engkaulah Sang Pengganti Kejahatan dengan Kebajikan
Engkaulah Sang Pembawa Malam Seribu Bulan

Engkaulah Sang Pembawa Malam Penuh Berkah dan Pengampunan
Engkaulah Sang Motivator Ibadah Malam
Ya .. Ramadhan,Janganlah Engkau Cepat Berlalu
Sebelum Kureguk Rakus Segala Kenikmatan Ibadahmu
Ya .. Ramadhan,Dapatkah Aku berjumpa denganmu di Tahun Depan?
Selengkapnya...