07 September 2010

Awal-Akhir Ramadhan 1431H

Dengan Nama-Mu Yang Maha Pengasih - Maha Penyayang

Ya Allah..., Bulan Suci-Mu Tahun ini telah datang tiba-tiba namun tanpa kusempat "Menyambutnya"
Dan kini akan segera berakhir tanpa kumenyadarinya
Waktu demi waktu telah berlalu tanpa kulalui sepenuhnya
Padahal detik yang telah lewat itu tiada dapat kumengulanginya
Untuk itu Ya Allah...., dikesempatan terakhir Bulan Ramadhan-Mu tahun ini
Perkenankanlah hambamu yang berlumur dosa dan maksiat ini Bersimpuh, bersujud & memohon kepada-Mu:

"Ya Allah, janganlah Engkau jadikan puasa ini sebagai puasa yang terakhir dalam hidupku. Seandainya Engkau berketetapan sebaliknya, maka jadikanlah puasaku ini sebagai puasa yang dirakhmati bukan yang hampa semata"

"Ya Allah, Jika masih tersisa padaku dosa yang belum Kau ampuni, atau dosa yang (menyebabkan) aku disiksa karenanya (hingga) terbitnya fajar malam ini, atau hingga berlalunya bulan ini, maka ampunilah semuanya, wahai Dzat Yang Maha Pengasih dari segala yang mengasihi"

"Ya Allah, dengan rahmat-Mu golongkanlah aku ke dalam orang-orang yang mendapatkan (keutamaan) malam al-Qadar. Malam yang telah Kau tetapkan lebih baik dari seribu bulan dalam keagungan ganjaran, kemuliaan perbendaharaan, keindahan syukur, panjang umur, dan kemudahannya yang berlanjut"

"Ya Allah, semoga perpisahanku dengan bulan Ramadhan ini bukanlah perpisahan untuk selamanya dan bukan pula akhir pertemuanku. Sehingga aku dapat kembali bertemu pada tahun mendatang dalam keadaan penuh keluasan rezaki dan keutamaan harapan"

"Ya Allah, Aku berserah diri padaMu, aku tidak mengharapkan kemenangan, ampunan, kemuliaan, dan penyampaian (kepada cita-citaku) kecuali pada-Mu. Anugerahilah aku keagungan pujianMu, kesucian nama-nama-Mu, dan kesampaianku kepada Ramadhan berikutnya dalam keadaan terbebas dari segala keburukan, kekhawatiran dan ganjalan. Segala puji hanyalah bagi-Mu semata, yang telah menolong kami untuk menunaikan puasa dan mendirikan Qiyamul lail di bulan Ramadhan ini, hingga malamnya yang terakhir."

“Ya Allah, hiasilah aku dengan rahmat-Mu dan berikanlah aku petunjuk serta penjagaan-Mu. Bersihkan hati ku dari fitnah, wahai Maha Pengasih kepada hamba yang beriman."


"Ya Allah, perkenankanlah munajat & permohonan kami ini, yang hanya berharap & berserah diri hanya kepada-Mu saja, karena hanya Engkaulah sebaik-baik tempat untuk menyembah & meminta, Duhai Tuhan Yang Maha Mendengar, Maha Menatap & Maha Kuasa" Amin
Selengkapnya...

17 Agustus 2010

Dirgahayu RI & Pahlawanku

Dirgahayu Republik Indonesia Ke-65
Tanah Airku, Tumpah Darahku, Bangsa dan Negaraku Tercinta

Disini Kami Berdiri dan Akan Menjunjung Tinggi

Lomba-lomba, Festival, Pawai dan Parade menyeruak diseluruh penjuru tanah air untuk memperingati HUT RI ke-65 tahun ini. Gegap gempitanya upacara bendera dan gerak jalan yang terselenggara dimana-mana. Semuanya sangat membanggakan sekali. Itulah Indonesia Kita, Bangsa Kita dan Tanah Air Kita.

Namun disudut-sudut TMP (Taman Makam Pahlawan) dan nisan-nisan Pejuang Tak Dikenal terdengar isak tangis dan rintih kepiluan. Mereka melihat hasil jerih payahnya yang tidak sesuai dengan harapan dan cita-citanya. Darah yang telah mengalir, harta yang telah direlakan, bahkan nyawa mereka yang telah dikorbankan demi kemerdekaan telah sia-sia belaka. Ternyata anak cucu mereka (termasuk kita) telah gagal menjaga, memelihara dan mempertahankan 'Kemerdekaan' tersebut.

Jika mereka bersatu dengan tidak memperdulikan suku bangsa untuk mewujudkan cita-cita, tapi kini kita bercerai berai dengan mengedepankan perbedaan suku, agama dan golongan untuk mewujudkan 'Cita-cita' kita sendiri-sendiri.

Jika mereka memperkokoh ahlak dan budi pekerti yang mulia untuk menghadapi kezaliman dan kemaksiatan kaum penjajah demi merebut kemerdekaan, tapi kini..., kita malah menghancurkan ahlak dan budi pekerti mulia diri kita bahkan anak cucu kita dengan memperturutkan hawa nafsu dan keinginan-keinginan yang jauh dari tuntunan agama dan keyakinan, demi mengedepankan 'Kebebasan' (yang kebablasan). Agama malahan dipinggirkan karena menjadi 'pembatas' bagi umatnya untuk berbuat maksiat dan dosa.

Jika mereka (para tokohnya) dahulu begitu sangat dapat dipercaya oleh rakyat dan masyarakatnya untuk menjadi pelopor perjuangan, begitu amanah, menepati janjinya walaupun apapun resikonya dan berani menjadi garda terdepan perjungan meskipun nyawa jadi taruhannya, tapi kini tokoh-tokoh kita hanya sibuk dengan kepentingan dari golongannya saja, yang hanya berani saat ada 'kesempatan' yang menguntungkan, namun cepat-cepat kabur bila ada permasalahan dan kesulitan, yang pandai berjanji namun susah untuk menepatinya, yang rela mengorbankan rakyatnya demi keselamatannya sendiri.

Itulah pahlawan pendahulu yang telah dengan rela dan ikhlas mengorbankan apa saja demi kita dan anak cucu kita, tetapi kita malah 'enggan' untuk berkorban demi meneruskan dan mewujudkan cita-cita mereka, bahkan cita-cita kita juga.
Maafkan Pahlawanku, Maafkan Para Pejuangku, Kami Telah Mengecewakanmu, Entah Kapan Kami Akan 'Bangun' dan Tersadar Dari Mimpi Gelimang Kemerdekaan Hasil Jerih Payahmu ini..., Entahlah......?
Selengkapnya...

12 Agustus 2010

Sunah - Sunat

Alhamdulillah, akhirnya tuntas sudah salah satu kewajiban kami kepada Komang Jusuf Budiono. Setelah Ibunya melahirkannya (27 Januari 2010), lalu kami melaksanakan Aqiqah & memberinya nama pada hari ketujuh, maka pada Kamis, 5 Agustus 2010 kemarin kami telah "Memenggal Ujung Dagingnya". Iya... itulah peristiwa berdarah untuk yang ketiga kalinya bagi Jusuf, (Pertama: saat kelahiran; Kedua: Potong hewan aqiqah; Ketiga: Khitan).

"Sabarlah anakku", kata kami kepadanya. Semuanya ini adalah untuk menunjukkan kesetiaan & kecintaan kami kepada Rasulullah. Walaupun engkau mengerang & menangis menahan pedih & sakit, kamipun tak kuasa menahan kepiluan & ketidak-tegaan melihat tangisan & deritamu, namun kami rela melaksanakannya demi pengabdian kami kepada "Sang Pencipta". Ya Allah SWT .... terima dan ridhoilah semua pengorbanan kami ini...., hanya Engkaulah satu-satunya tujuan kami, apapun yang Engkau minta akan kami berikan semaksimal & semampu kami, sebagaimana sumpah kami kepada-Mu, "Innasholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahirobbil'alamin".
Selengkapnya...

21 Mei 2010

Hari Kebangkitan Nasional

Harkitnas (Hari Kebangkitan Nasional) adalah sebuah moment yang harus dijadikan titik awal untuk memperbaiki "Jiwa Nasionalisme" kita yang mulai luntur & goyah oleh terpaan badai permasalahan bangsa.

Badai yang bernama Krisis Ekonomi, Moral & Ahlak, dan Kepemimpinan,
Carut marutnya penegakan hukum & HAM,
Sirnanya teladan penguasa kepada rakyatnya.

Rakyat selalu dimotivasi untuk bekerja & berusaha lebih keras, namun pejabat malahan rajin mengumpulkan dana, berbelanja & berwisata.

Rakyat di anjurkan untuk bersabar dan tabah dalam segala kondisi & keadaan, namun pejabat malah mengajarkan marah-marahan & jual beli pukulan.

Rakyat diarahkan untuk menggunakan fasilitas umum agar lebih tertib & efisien, namun pejabat 'jor joran' kendaraan mewah.

Rakyat diwajibkan menjaga persatuan & kesatuan untuk NKRI, namun pejabat malahan sibuk mengedepankan kepentingan perorangan/golongan dengan menghalalkan berbagai cara.

Bagaimana bangsa & negara yang kita cintai ini akan dapat makmur-sejahtera (Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Kerto Raharjo) jika perilaku anak bangsa ini terus demikian.
Sepertinya semua itu hanya cita-cita yang tidak akan pernah kesampaian hingga akhir zaman, atau malahan hanyalah menjadi angan-angan. Selengkapnya...

26 Februari 2010

Kelahiran Sang Tauladan

Hari Jumat 26 Februari 2010M atau yang bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1431H merupakan salah satu hari yang paling diingat oleh Umat Muslim di jagad ini. Ya.., hari kelahiran satu-satunya orang yang bergelar "Dapat Dipercaya" (Al Amin) oleh penduduk Mekkah (orang non muslim tentunya), yang tiada lagi orang bergelar itu hingga kini (sampai akhir nanti). Kelahiran yang telah 'dijanjikan' oleh Tuhan Yang Maha Mengetahui beberapa abad sebelum kelahirannya, yang dibenarkan oleh kitab-kitab terdahulu. Bayi yang telah 'dibersihkan dan disucikan' jiwanya oleh Tuhan Yang Maha Suci untuk dipersiapkan nantinya akan mendapat wahyu-Nya. Bayi yang telah yatim pada masa kelahirannya, dan piatu pada masa kanaknya.

Ketika telah tumbuh menjelang dewasa, dia telah menjadi teladan 'kejujuran' bagi orang-orang sekitarnya, teladan 'ketabahan' dalam menjalani hidupnya, teladan sebagai 'penggembala' yang luar biasa, teladan 'ahli niaga' yang sukses dengan konsep kejujurannya, dan teladan-teladan terbaik lainnya yang dapat diiplementasikan dikehidupan sehari-hari untuk mencapai kebahagiaan yang hakiki, di kehidupan dunia ini dan di 'kehidupan abadi' nanti.

Selengkapnya...

30 Januari 2010

Anakku

Anakku, kehadiranmu itu
Laksana Embun pagi yang menyejukkan
Laksana Rembulan di gulitanya malam
Laksana Mentari pagi yang menyinari
Laksana Bintang gemintang bagi nelayan
Laksana Hujan dimusim kemarau
Laksana Oase yang jernih di padang sahara

Hilanglah kegerahan kami dalam penantian
Lenyaplah kegelapan kami dalam tanya
Hangatkan jiwa kami
Cercah cahayamu menyinari hati kami
Sinar kelembutanmu menuntun arah kami
Kesejukan air kasihmu mengguyur kami
Dan,
Kejernihan mata airmu melenyapkan dahaga kami

Engkau telah mengingatkan kami
Untuk mengingat-NYA
kembali
Dalam lalai kami, khilaf kami dan kealpaan kami
Engkau adalah karunia dan nasehat bagi kami
Puji syukur Tuhanku
Terima kasih, Anakku

Untuk Putra ke-3 Kami, Rabu, 27 Feb 2010M /11 Safar 1431H
Selengkapnya...

23 Januari 2010

Dan Musa Pun Pingsan

Nabi Musa ‘alaihis-salaam’ telah memenuhi panggilan Allah swt., ia pun menitipkan Bani Israil ke Nabi Harun as., saudaranya, untuk naik ke gunung Sinai (Thuursina), gunung Allah yang keramat itu. Setelah ia menyempurnakan 40 malam yang diisi dengan puasa dan beribadat sendirian di atas gunung itu, Allah swt. pun berfirman dan menurunkan Taurat kepadanya. Kemudian Nabi Musa as. pun sangat rindu untuk dapat melihat Wajah Sang Kekasih yang telah berkata-kata kepadanya, Wajah Rabb-nya.

“Dan tatkala Musa datang menurut waktu yang telah Kami tentukan, dan telah berfirman Rabb-nya kepadanya, berkatalah ia: ‘Ya Rabbi perlihatkanlah (Diri-Mu) kepadaku, agar aku dapat memandang Engkau’. Berkatalah Allah: ‘Engkau sekali-kali tidak akan mampu untuk melihat-Ku, akan tetapi arahkanlah pandangan (engkau) ke gunung itu, maka jika ia tetap pada tempatnya niscaya engkau dapat melihat-Ku!’.”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Setelah mendengar permintaan Nabi Musa as. itu, kemudian Allah swt. berfirman: “Wahai putra Imran, sesungguhnya tidak akan ada seorang pun yang sanggup untuk melihat-Ku, kemudian ia mampu untuk tetap hidup!”

Nabi Musa as. berkata: “Rabbi, tidak ada sesuatu pun yang menyekutui-Mu, sesungguhnya melihat-Mu dan kemudian mati itu lebih aku sukai daripada aku terus hidup dengan tanpa melihat-Mu! Rabbi, sempurnakanlah nikmat, anugrah, dan hikmat-Mu kepadaku dengan mengabulkan permohonanku ini, setelah itu aku rela mati!”

Ibnu Abbas ra., sahabat Rasulullah saw., meriwayatkan bahwa ketika Allah swt. mengetahui bahwa Nabi Musa as. ingin sekali permohonannya dikabulkan, maka berfirmanlah Allah swt.: “Pergilah engkau, dan lihatlah batu yang ada di atas puncak gunung itu, duduklah engkau di atas batu itu, kemudian Aku akan menurunkan balatentara-Ku kepadamu!”
Nabi Musa as. pun melaksanakan perintah Allah swt. tersebut. Dan ketika ia telah berada di atas batu itu, Allah swt. pun memerintahkan balatentara-Nya, para Malaikat hingga langit ketujuh, untuk menampakkan diri kepadanya.

Diperintahkan-Nya para Malaikat penghuni langit dunia untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Mereka pun berlalu di hadapan Nabi Musa as. sambil mengeraskan suara tasbih dan tahlil mereka, bagaikan suara petir yang menyambar-nyambar.

Kemudian, para Malaikat penghuni langit kedua diperintahkan-Nya untuk menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as., mereka pun melaksanakannya. Mereka berlalu di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beraneka ragam. Mereka ini bersayap dan memiliki raut muka, diantara mereka ada yang berbentuk seperti singa. Mereka mengeraskan suara-suara tasbihnya.

Mendengan teriakan suara itu, Nabi Musa as. pun merasa ngeri, dan kemudian berkata: “Ya Rabbi, sungguh aku menyesal atas permohonanku. Rabbi, apakah Engkau berkenan untuk menyelamatkan aku dari tempat yang aku duduki ini?”
Pimpinan dari kelompok Malaikat tersebut berkata: “Hai Musa, bersabarlah atas apa yang engkau minta, apa yang engkau lihat ini baru sebagian kecil saja!”
Allah swt. kemudian memerintahkan para Malaikat penghuni langit ketiga agar mereka turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. Lalu, keluarlah Malaikat-malaikat yang tak terhitung jumlahnya dengan beragam bentuk dan warnanya. Bentuk mereka ada yang seperti api yang menjilat-jilat, mereka memekikkan tasbih dan tahlil dengan suara yang hiruk-pikuk.
Mendengar suara ini semakin terkejutlah Nabi Musa as. dan timbullah rasa su’udzdzan dalam dadanya, bahkan berputus asa untuk hidup. Kemudian pemimpin para Malaikat dari kelompok ketiga ini berkata: “Wahai putra Imran, bersabarlah hingga engkau melihat lagi apa yang engkau tidak sanggup lagi untuk melihatnya!”
Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada para Malaikat penghuni langit keempat, “Turunlah kamu sekalian kepada Musa dengan mengumandangkan tasbih!”
Para Malaikat langit keempat ini pun turun. Diantara mereka ada yang berbentuk seperti kobaran api yang menjilat-jilat, dan ada pula yang seperti salju. Mereka mempunyai suara yang melengking dengan mengumandangkan tasbih dan taqdis. Suara mereka berbeda dengan suara Malaikat-malaikat terdahulu. Kepada Nabi Musa as. ketua dari kelompok ini berkata: “Hai Musa! Bersabarlah atas apa yang engkau minta!”
Demikianlah, penghuni dari setiap langit hingga penghuni langit ketujuh satu demi satu turun dan menampakkan diri di hadapan Nabi Musa as. dengan warna dan bentuk yang beragam. Semua Malaikat tersebut bergerak maju sambil cahayanya menyambar semua mata yang ada. Mereka ini datang dengan membawa tombak-tombak panjang. Setiap tombak itu panjangnya sepanjang sebatang pohon kurma yang tinggi dan besar. Tombak-tombak itu bagaikan api yang bersinar terang-benderang melebihi sinar matahari.

Nabi Musa as. menangis sambil meratap-ratap, katanya: “Ya Rabbi, ingatlah aku, jangan Engkau lupakan diriku ini! Aku adalah hamba-Mu! Aku tidak mempunyai keyakinan bahwa aku akan selamat dari tempat yang aku duduki ini! Jika aku keluar, aku akan terbakar, dan jika aku tetap di tempat ini maka aku akan mati!”

Ketua kelompok Malaikat itu pun berkata kepada Nabi Musa as.: “Nyaris dirimu dipenuhi dengan ketakutan, dan nyaris pula hatimu terlepas! Tempat yang kamu gunakan untuk duduk inilah merupakan tempat yang akan kamu pergunakan untuk melihat-Nya!”
Kemudian turunlah Malaikat Jibril as., Mika’il as., dan Israfil as. beserta seluruh Malaikat penghuni ketujuh langit yang ada, termasuk para Malaikat pemikul Al-’Arsy dan Al-Kursi. Mereka secara bersama-sama menghadap kapada Nabi Musa as. seraya berkata: “Wahai orang yang terus-menerus salah! Apa yang menyebabkanmu naik ke atas bukit ini? Mengapa kamu memberanikan diri meminta kepada Rabb-mu untuk dapat melihat kepada-Nya!?”
Nabi Musa as. terus menangis hingga gemetaranlah kedua lututnya, dan seakan-akan luruh tulang-tulang persendiannya.

Ketika Allah swt. melihat semua itu, maka ditampakkan-Nya lah kepada Nabi Musa as. tiang-tiang penyangga Al-’Arsy, lalu Nabi Musa as. bersandar pada salah satu tiang tersebut sehingga hatinya menjadi tenang.

Malaikat Israfil kemudian berkata kepadanya: “Hai Musa! Demi Allah, kami ini sekalipun sebagai pemimpin-pemimpin para Malaikat, sejak kami semua diciptakan, kami tidak berani untuk mengangkat pandangan mata kami ke arah Al-’Arsy! Karena kami sangat khawatir dan sangat takut! Mengapa kamu sampai berani melakukan hal ini wahai hamba yang lemah!?”
Setelah hatinya tenang, Nabi Musa as. menjawab: “Wahai Israfil! Aku ingin mengetahui akan Keagungan Wajah Rabb-ku, yang selama ini aku belum pernah melihatnya”
Allah swt. kemudian menurunkan wahyu kepada langit: “Aku akan menampakkan-Diri, bertajalli pada gunung itu!”
Maka bergetarlah seluruh langit dan bumi, gunung-gunung, matahari, bulan, mega, surga, neraka, para Malaikat dan samudera. Semua tersungkur bersujud, sementara Nabi Musa as. masih memandang ke arah gunung itu.
“Tatkala Rabb-nya menampakkan Diri (bertajalli) di atas gunung itu, maka hancur luluh lah gunung itu dan Musa pun jatuh pingsan”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Nabi Musa as. seakan-akan mati karena pancaran Cahaya Allah swt. Yang Mulia, dan ia terjatuh dari batu, dan batu itu sendiri terjungkal, terbalik menjadi semacam kubah yang menaungi Nabi Musa as. agar tidak terbakar Cahaya.

Kemudian Allah swt. mengutus Malaikat Jibril as. untuk membalikkan batu itu dari tubuh Nabi Musa as., dan membimbingnya berdiri. Wajah Nabi Musa as. memancarkan cahaya kemuliaan, rambutnya memutih karena Cahaya.

“Maka setelah Musa tersadar kembali, dia berkata: ‘Maha Suci Engkau, aku sungguh bertaubat kepada-Mu, dan aku adalah orang yang pertama kali beriman!”, QS.Al-’Araaf.[7]:143.
Nabi Musa as. bertaubat atas apa yang ia minta, dan ia berkata: “Saya beriman, bahwa sesungguhnya tidak ada seorang pun yang akan mampu melihat-Mu dengan mata lahir, kecuali ia akan mati!”
Diadaptasi dari terjemahan kitab “Mukhtashar Kitaabit-Tawwabiin“, karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisy.
(http://kisahsufi.wordpress.com)
Selengkapnya...